BOLEHKAH MENOLAK DIPANGGIL HAJI?

BOLEHKAH MENOLAK DIPANGGIL HAJI

Ini salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam diri saya. Haji/Hajah adalah panggilan yang diberikan kepada orang yang sudah menunaikan ibadah haji (rukun Islam ke lima). Banyak sekali yang sudah kembali haji dari Mekkah berubah panggilan jadi Pak Haji atau Bu Haji, khususnya di Indonesia.

Setelah saya pikir-pikir, ibadah haji itu erat hubungannya dengan ibadah langsung kepada Allah seperti halnya shalat dan rukun Islam lainnya, walaupun maknanya harus direalisasikan juga dalam hubungan sesama manusia. Ketika diberi titel haji seperti sudah biasa, padahal ketika menunaikan rukun Islam yang lainnya, kita tidak diberi gelar yang menjadi panggilan. Contoh setelah puasa, tidak dipanggil: “Ahli Pusa”; setelah shalat, tidak dipanggil ahli shalat. Malahan kalau suatu waktu dipanggil ahli shalat, kita sering merasa sangat malu. Nah, kalau terkait shalat begitu, bagaimana kalau panggilan haji juga mulai dikurangi. Karena haji yang sesungguhnya, hanya Allah yang tahu kemabrurannya. Penilaian manusia hanya sebatas rukun dan syarat wajib haji, bukan hakekatnya. Apakah penolakan dipanggil haji ini karena saya belum menunaikan ibadah haji? Saya sedang merenung dan belajar lagi, jangan-jangan hanya bentuk iri hati saya saja nih.

Di samping kekhawatiran iri hati saya seperti di atas, ternyata pikiran ini tidak hanya tertuju pada ‘gelar haji’, tapi pada gelar-gelar lainnya, seperti gelar akademik. Beberapa gelar yang seringkali saya renungkan:

  1. Mahasiswa (saya khawatir panggilan ini membuat saya merasa lebih baik dibandingkan non-mahasiswa)
  2. Gelar sarjana (saya khawatir panggilan ini membuat saya merasa lebih baik dibandingkan yang tidak mendapat gelar sarjana, padahal sarajana hanya bentuk kesempatan, amanah dan ujian yang diberikan Allah kepada kita)
  3. Gelajar akademik lainnya

Bahkan saya bertanya, mengapa saya merasa lebih senang dipanggil Pak Komar dibanding “Mang Komar ” (Mang = paman). Ternyata, salah satu alasannya karena ‘Mang’ biasa digunakan untuk memanggil buruh kasar. Nah, kalau begitu berarti saya sudah merasa lebih mulia daripada mereka, padahal belum tentu. Maka saat ini, saya berusaha untuk menerima dengan senang hati kalau dipanggil ‘mang Komar’ atau hanya nama saja dalam rangka pencarian kebenaran tanpa mengabaikan etika. Adapun dipanggil Pak Komar, hanya diterima dengan alasan bahwa saya ini sudah tua, bukan berarti Pak lebih mulia dibanding ‘Mang’ (paman).

Ini sangat penting untuk mengurangi senioritas diri yang lama-lama akan menimbulkan perasaan lebih baik, lebih mulia, lebih pantas dibanding orang lain (perasaan ini bisa menyebabkan penyakit hati). Misalnya professor merasa lebih baik dibanding mahasiswanya, belum tentu tuh. Adapun kalau mahasiswa menilai seorang professor lebih baik dari mahasiswa atau yang belum professor, ini setuju karena bukan professor yang merasa, tapi professor menjadi objek penilaian orang lain, yang akan menjadi evaluasi dan motivasi kepada professor tersebut untuk menjadi lebih baik lagi.

Penting bahwa bukan gelarnya yang berbahaya, tapi merasa sudah layak menyandang gelar itu yang membuat kita terlena.

Terhadap gelar akademik juga, bukan kita merasa layak, tapi akademik yang memberikannya kepada kita. Itu bukan berarti kita sudah layak menyandang gelar tersebut, tapi bahan evaluasi dan motivasi yang tersirat dari akademik untuk membuat kita lebih meningkatkan kualitas diri di masa yang akan datang.

2 responses to “BOLEHKAH MENOLAK DIPANGGIL HAJI?

  1. mantap sekali artikelnya mar, memang komar tetap komar yang kukenal, tidak berubah meski telah mencapai tingkat pendidikan s2, kebanyakan orang setelah menempuh pendidikan tinggi jadi berubah, setelah naik haji jadi berubah, setelah jadi mahasiswa jadi berubah, setelah jadi pejabat jadi berubah, berubah jadi sombong karena gelarnya, terkadang ada orang menjadi marah sebab ga dipanggil haji atau hajah, sebab orang tersebut kan udah ke mekkah, pernah suatu kali ada orang yang perlakuannya disamakan dengan orang pada umumnya dan ia marah “saya pengawas!” tetapi komar tetaplah komar, semoga engkau tetap begitu, sahabatku, hehe

    • Haturnuhun dan Terima kasih Mr. Opik. Ini semua berkat doa teman2 semua juga.
      Smoga kang opik tidak bosan-bosan mendoakan dan mengkritik saya agar menjadi orang baik (minimal mirip2 atuh, kalau susah mah). Amin. He…he..

Leave a reply to komarudintasdik Cancel reply