KEBIASAAN BISA MEMBUAT LENGAH

KEBIASAAN BISA MEMBUAT LENGAH

Oleh: Komarudin Tasdik

Saudara-saudaraku yang sangat saya hormati

Mari kita sedikit melihat keberadaan diri ini. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas kadang-kadang membuat kita reflek mengerjakannya, hampir tidak terasa harus berpikir lagi. Apalagi kalau aktivitas kita sudah direncanakan berada dalam kategori tidak jelek, maka diri ini merasa aman dalam kebiasaan-kebiasaan itu.

Cukup sering lupa, bahwa “hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Pelajaran ini memberikan arahan atau mengingatkan kita untuk selalu berinterospeksi diri atau menilai diri, sudah sejauh mana kita berbuat di alam penuh tipu daya ini. Interospeksi atau peniliaian diri ini tidak dapat dilakukan dalam keadaan statis, mendatar, tidak mengubah aktivitas, walaupun untuk sementara. Penilaian perilaku sehari-hari hampir mirip dengan penilaian siswa di sekolah. Sudah berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun seorang siswa menjalani rutinitas belajarnya, pasti ketika ujian, dia akan mengalami suasana yang berbeda dari proses belajar kesehariannya.

Begitu juga dengan penilaian diri, ketika kita ‘merasa’ sering berhemat, maka sebaiknya sering-seringlah melihat gaya hemat yang dianggap lebih tidak punya dibanding kita. Ketika ‘merasa’ sudah rajin bersedekah, maka sebaiknya lihatlah saudara-saudara kita yang lebih sedikit penghasilannya, tapi lebih unggul sosialnya. Sebagai contoh, ketika naik angkutan umum seperti bis AC, kadang-kadang sudah berhemat karena tidak membeli kendaraan sendiri, tapi kita lupa bahwa bis itu tergolong mewah dibandingkan bis biasa yang membuat para penumpang harus berjejal dan berdiri di dalamnya. Ketika menggunakan SMS, merasa lebih hemat karena tidak menelpon, tapi kita lupa bahwa banyak saudara-saudara kita yang tidak mampu untuk melakukannya, bahkan seringkali lupa bahwa pulsa SMS itu didapatkan dari orang tua yang setiap hari banting tulang peras keringat untuk menafkahi kita. Orang yang sudah berpenghasilan juga sering lupa karena merasa bahwa pulsa SMS tersebut diperoleh dari hasil usahanya sendiri, mereka lupa bahwa seandainya tarip SMS sehari Rp 100 x 30 hari = 3000/bulan ini akan membantu saudara kita yang serba kekurangan. Jangankan buat SMS, jangankan kuliah, sekolah, atau kegiatan rutin seperti orang-orang pada umumnya, saudara kita yang sedang diuji dengan kekurangan ekonomi, mereka rela menjalani hidup ini dengan “makan pagi–sore tiada”, makan malam nasi basi–siang tiada yang tersisa.

Saudara-saudaraku

Kepekaan hati ini akan tumbuh ketika kita melatihnya terus menerus. Mau berbelanja, ingatlah saudara-saudara kita yang berada dalam kefakiran. Mau makan mewah, ingatlah saudara-saudara kita yang kelaparan. Yang lebih disayangkan, seringkali hati lupa terlalu membedakan antara tetangga dengan saudara kandung. Kita jauh lebih sayang kepada saudara kandung daripada kepada tetangga, padahal tetangga juga titipan Allah, yang sudah barang tentu kewajiban kita membahagiakannya.

Tiada yang perlu dipersalahkan, karena ini ujian dari Sang Maha Pencipta. Tapi tidak baik kalau hal di atas dibiarkan, karena kita akan diminta pertanggung-jawaban di hadapan-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu memperhatikan tetangga-tetangga kita, baik yang dekat maupun yang jauh, seperti layaknya kasih sayang yang diberikan kepada saudara kandung yang paling kita cintai. Berikanlah hal-hal baru pada kebiasaan kita, karena besar kemungkinan kebiasaan kita sudah tidak layak lagi dipertahankan, tapi harus diperbaiki demi meningkatkan kualitasnya. Merasa baik dan merasa cukup dalam berbuat baik akan membuat kita terlena. Na’udzu billah!

Apabila saudara-saudaraku ada waktu luang dan berkeinginan memberikan saran, silahkan tuliskan di sini. InsyaAllah dengan senang hati akan dijadikan bahan evaluasi buat diri saya. Semoga bermanfaat. Terimakasih

Leave a comment